Kamis, 14 April 2011

pertahanan negara

Sistem Pertahanan Negara

:puppyeyes:
Pada penyelenggaraan pertahanan negara, bangsa Indonesia menganut prinsip bahwa setiap warga negara berhak dan wajib terlibat-aktif dalam membela serta mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, juga keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Pembelaan terhadap negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan-aktif dalam upaya pertahanan negara merupakan sikap, perilaku, tanggung jawab, dan kehormatan yang dijiwai oleh kesadaran dan kecintaan kepada NKRI.
Hal tersebut tertuang secara eksplisit dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dan ayat (3) “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Tidak seorang pun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta dalam pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Upaya pertahanan negara harus didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara” dan ayat (2) “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan menjaga keselamatan segenap bangsa Indonesia, telah disusun sistem pertahanan negara yang bersifat semesta yang tercantum dalam UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara. Pasal 1 butir 2 UU Nomor 3/2002 mengatakan: “sistem pertahanan negara bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan segenap sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman”. Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Pertahanan negara diselenggarakan oleh pemerintah, dipersiapkan secara dini melalui usaha membangun dan membina kemampuan daya tangkal negara dalam menanggulangi setiap ancaman.
Sistem pertahanan negara bertumpu pada komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Penataan ketiga komponen ini pada dasarnya merupakan langkah nyata dari bangsa Indonesia untuk mengakomodasikan hukum nasional dan internasional, yakni hukum humaniter internasional dalam sistem pertahanan negara dengan mengelompokkan rakyat Indonesia yang termasuk klasifikasi kombatan dan non kombatan pada situasi perang. Bila dikorelasikan dengan ketersediaan sumber daya nasional yang dimiliki, khususnya jumlah penduduk Indonesia, maka komponen cadangan pertahanan negara merupakan salah satu daya tangkal yang efektif dan efisien bagi bangsa Indonesia untuk memperkecil bahkan meniadakan agresi negara lain yang mengancam atau mengganggu kedaulatan NKRI.
Penggunaan istilah cadangan sangat beragam, mencakup aspek komponen pertahanan negara yang luas maupun sempit. Masing-masing negara di dunia ini menggunakan istilah dan metode rekrutmen, pengorganisasian, tugas dan fungsi, cakupan materi undang-undang, dan subyek tentang cadangan pertahanan negara sesuai dengan karakteristik negaranya masing-masing. Pengertian cadangan dalam konteks pertahanan dalam tata Bahasa Inggris adalah reserved. Military Reservedyang diterjemahkan sebagai tentara cadangan merupakan tentara reguler yang dipersiapkan sebagai kekuatan cadangan dari kekuatan utama. Fungsi reserved adalah simpanan untuk kekuatan bagi setiap matra angkatan bersenjata yaitu angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara, namun statusnya tetap menjadi bagian dari komponen utama pertahanan (Kutipan dari Rowe (2003) sebagaimana kajian Imparsial. Politik Hukum Pembentukan Komponen Cadangan Pertahanan/Wajib Militer; Kritik Terhadap RUU KCPN. (Jakarta: Imparsial. 2008)., hlm. 4.) Dalam Dictionary of British Military History (2nd edition) digunakan istilah reservistdengan definisi: A member of the armed forcer who can be called upon for active service in time of war. A reservist is often a person who has served in the armed forces and it then on a reserve list for a specific number of years (George Usher. Dictionary of British Military History, 2nd edition. (London: A&C Black Publisher. 2006)., hlm. 208.) Bagi bangsa Indonesia, komponen cadangan sebagai kekuatan pengganda dibentuk serta dibina guna memperbesar sekaligus memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama serta senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dikerahkan melalui mobilisasi apabila negara membutuhkan. Pola pembentukan, pembinaan, dan penggunaan komponen cadangan merupakan model yang efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan jiwa militansi warga negara, kesiapan fisik, serta pengetahuan, dan kemampuan pertahanan negara.
Pada era global sekarang dan masa mendatang, potensi konflik antar negara akan selalu berkembang cepat dan cenderung sulit diantisipasi. Konflik kepentingan antar negara untuk mendapatkan kemakmuran pun telah mengubah model agresi militer konvensional menjadi model-model nonkonvensional, yang justru lebih berbahaya bagi keselamatan dan kedaulatan bangsa. Krisis ekonomi yang berimplikasi kepada melemahnya kemampuan sebuah bangsa dalam membangun daya tahannya akan meningkatkan eskalasi dan kompleksitas ancaman. Untuk membangun sebuah sistem pertahanan yang responsif terhadap perubahan tantangan diperlukan kesiapan dari semua elemen bangsa untuk bergerak bersama dalam sebuah sistem yang efisien dan efektif.
Pada sisi lain, telah terjadi mutasi bentuk konflik antar negara menjadi konflik komunal dan pada akhirnya berimplikasi kepada konflik antar negara. Hal tersebut dapat diindikasikan menguatnya konflik komunal di Afrika (12 kasus) dan Asia (112 kasus) pada tahun 2007. Data ini belum terhitung konflik komunal yang terjadi di wilayah lain seperti Eropa, Amerika Tengah dan Timur Tengah. Adapun persentase konflik antar negara secara langsung berkisar 10% dibandingkan dengan konflik-konflik lainnya seperti perang dekolonialisasi, genoside hingga perang antar geng. Catatan di atas menunjukkan bahwa spektrum perang mengalami perluasan. Batasan tradisional antara perang dan damai menjadi tidak jelas. Oleh sebab itu peperangan tidak konvensional/asimetris menjadi lebih mengemuka (Fred Schreier. ”Pertahanan Total: Konsep Dan Praktek Di Negara-Negara Eropa dalam Beni Sukadis dan Eric Hendra (ed). Pertahanan Semesta dan Wajib Militer. (Jakarta: Lesperssi&DCAF. 2008)., hlm. 122-123). Dalam kondisi seperti ini kesiapsiagaan suatu negara yang selalu terjaga, didukung oleh fleksibilitas dari geostrategi yang dimiliki, sangat dibutuhkan guna menghadapi kompleksitas tantangan dan ancaman.
Bila melihat kekuatan pertahanan negara saat ini, untuk menjaga wilayah kedaulatan negara yang begitu luas dengan kompleksitas tantangan yang semakin rumit, membutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Peningkatan kemampuan tersebut membutuhkan dana yang cukup besar, sedangkan alokasi APBN untuk pertahanan negara relatif kecil karena anggaran untuk kesejahteraan rakyat lebih diprioritaskan. Solusi harus segera diambil, agar sistem pertahanan negara tetap terjaga, tetapi keberlanjutan pembangunan juga tidak terabaikan.
Dihadapkan pada keterbatasan kemampuan dan pengaruh perkembangan lingkungan strategis serta perilaku global yang menembus berbagai sendi kehidupan bangsa, setiap negara dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap dinamika tersebut, khususnya dalam mempertahankan kedaulatan dan eksistensi bangsa dan negara tersebut. Dengan mempertimbangkan kecenderungan meningkatnya kualitas dan kuantitas ancaman dan atau gangguan terhadap kepentingan nasional, maka pembentukan komponen cadangan perlu segera direalisasikan. Penyelenggaraan komponen cadangan pertahanan negara harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan sebagai “payung hukum operasional politik dan legitimasi politik.